Search Engines with English Only

Custom Search

Search Engines with Various Languages

Custom Search

Amazon Associates Rotating Banner

AdHitz – Image and Flash Ads

Leaderboard Display Ads

RevenueHits Top Bar

Jawa Pos National Network (JPNN)

Tuesday, February 9, 2016

“SAID IQBAL” 「Sambil Bergumam」 : Jangan Bongkar Semua-nya Donk………

“SAID IQBAL” 「Sambil Bergumam」 :   "Jangan Bongkar Semua-nya Donk,
Cari Uang di Mana Lagi Saya Nanti……??"

 

Berikut ini PENULIS ingin menanggapi akan maraknya pemberitaan dari pernyataan seorang Presiden Konfederesi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, yang juga diketahui sebagai seorang pendukung sejati dari Capres-Cawapres “PRAHARA” (Prabowo-Hatta) pada PILPRES 2014 yang silam, yang mana ia mempertanyakan pihak yang mengatakan bahwa upah buruh di Indonesia sudah tergolong tinggi. Pasalnya, menurutnya upah buruh di Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan dengan beberapa negara di Asia Tenggara.

Membaca pernyataan yang diutarakan/dikemukakan oleh Presiden Konfederesi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, pada Media On-Line “Kompas.com” sungguh telah mengusik sanubari dari PENULIS. Pasalnya data-data serta komentar dari seorang Said Iqbal ini sungguh-sungguh sangat TAK AKURAT, sehingga terkesan sungguh MEMBUAL dan ABSURD banget, di mana pada akhirnya akan bersifat hanya buat konsumsi guna MEMPROVOKASI Massa Buruh saja. Sekali lagi PENULIS ulangi, sungguh MEMBUAL dan ABSURD banget.

Betapa TIDAK……??


Sebelum Kita masuk lebih jauh dan membahas INTI/POKOK permasalahan sesungguhnya yang dipersoalkan oleh Presiden Konfederesi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, dalam kaitannya yang bersangkutan mencampuradukkan antara Upah Minimum dengan Upah Rata-Rata, maka ada baiknya apabila Kita terlebih dahulu menilik “Biografi & Latar Belakang Gerakan” dari seorang Said Iqbal serta mengupas “Kiprah Di Percaturan Kancah Perpolitikan Nasional & Perburuhan Tanah Air” guna membuka “TOPENG” akan “Siapa Sejati-nya seorang Said Iqbal itu…?”, sehingga Kita pun dapat menangkap dengan “JELAS” dan mengetahui secara “TERANG-BENDERANG” akan di bawa ke arah “Manakah Pernyataan-Pernyataan dari seorang Said Iqbal Yang ANEH Nan KONTROVERSIAL dalam Dunia Perburuhan ini…?”

 

 

BIOGRAFI & LATAR BELAKANG GERAKAN

Ada “UDANG” di Balik “BATU” dari Gagasan-Gagasan Besar
Seorang “SAID IQBAL”……

 

Ir. H. Said Iqbal, ME nama lengkapnya. Ia lahir di Jakarta, 5 Juli 1968. Pendidikan semasa SMA ditempuhnya di SMAN 51 Jakarta (1987 tamat sebagai juara umum). Dan kemudian mengenyam pendidikan lanjut pada perguruan tinggi di Politeknik (Teknik Mesin) Universitas Indonesia, Sarjana (S1) Teknik Mesin Universitas Jaya Baya, serta menyelesaikan gelar Master dalam bidang Ekonomi (S2) di Universitas Indonesia.

Aktivitasnya kerapkali disibukkan dengan berbagai Kursus, Workshop alias Diklat (Pendidikan dan Pelatihan), serta Seminar dan Symposium, baik itu yang diselenggarakan di dalam negeri maupun yang diselenggarakan di luar negeri; terutama di bidang Ketenagakerjaan dan Perburuhan. Ia pun pernah menjadi anggota tim perumus UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU No. 2/2004 tentang Pengadilan Perburuhan (PPHI), dan menjadi peserta maupun pembicara dalam sejumlah Seminar dan Kongres baik di tingkat Nasional dan Regional maupun pada tingkat Dunia yang didadakan di Singapura, Jepang, Jerman, Thailand, Australia, Swiss, Afrika Selatan, Korea Selatan, Hongkong, Brazil, dan juga Malaysia.

Secara Organisatoris, pada tahun 1992 -1997, ia pernah menjabat menjadi Ketua umum Serikat Pekerja di sebuah perusahaan elektronik tempatnya bekerja di kawasan Bekasi. Dan pada tahun 1999 – 2006, ia menjadi Sekretaris Jenderal DPP Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI). Kini, ia adalah Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) merangkap Presiden Konfederesi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Jadi tak mengherankan dengan latar belakang keterlibatan dalam pergerakan buruh membuatnya paham betul akan seluk-beluk dan segala permasalahan yang dihadapi oleh para buruh.

 

 

KIPRAH DI PERCATURAN KANCAH PERPOLITIKAN NASIONAL & PERBURUHAN TANAH AIR

Secara Tersirat, “SAID IQBAL” Jelas-Jelas Mempergunakan “BURUH” sebagai
“OBJEK” dari Kendaraan Perpolitikan-nya……

 

Hujatan dan kritikan terhadap Said Iqbal yang dikarenakan terkait dengan ambisi pribadinya, yang mana diduga hanya memanfaatkan isu buruh sebagai Kendaraan Politik-nya. Seperti Kita ketahui bersama bahwa Said Iqbal adalah memang mantan seorang Calon Legislatif (Caleg) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) dari Daerah Pemilihan (Dapil) propinsi Kepulauan Riau (Kepri) dengan Nomor Urut 2 (Dua), di mana ternyata seorang Said Iqbal sudah terbukti GAGAL TOTAL melenggang ke Kursi Senayan yang “Nyaman Nan Empuk” itu.

Rupa-rupanya kegagalan seorang Said Iqbal dalam melenggang ke Senayan tersebut membuatnya merubah halauan pada Kendaraan Perpolitikan yang dipergunakannya dari yang semula di Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi berubah ke Konfederesi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Dan PENULIS pikir bahwa ini adalah sebuah pilihan dan motivasi yang tergolong sangat wajar sebab isu-isu perburuhan adalah merupakan isu-isu yang amat sensitive banget, dan yang tentunya akan banyak memperoleh perhatian serta liputan dari para “Kuli Tinta” Media Massa Cetak dan Awak Media Massa Elektronik. Dengan keberhasilannya guna mendapatkan liputan dari berbagai Media Massa tersebut, maka secara otomatis nama Said Iqbal pun akan melambung drastis dan berkibar kencang di Jagad Percaturan Perpolitikan Nasional, yang terutama terkait dengan isu-isu “Nan Hangat dan Kontroversial” di sekitar Perburuhan Nasional dan International.

Tentu masih amat “Segar” dalam ingatan Kita bahwa pada Dua tahun yang silam, seorang Said Iqbal berhasil memobilisasi massa buruh guna melakukan Unjuk Rasa (Aksi Demo) besar-besaran di jantung Ibukota Jakarta. Dalam Orasi Unjuk Rasa (Aksi Demo)-nya, Said Iqbal secara terang-terangan menolak “JOKOWI” (Joko Widodo) untuk mencalonkan diri menjadi Calon Presiden (Capres) dengan menuduh “JOKOWI” (Joko Widodo) bahwa kebijakan “FOKE” (Fauzi Bowo) dan Sutiyoso terhadap “Nasib Buruh” katanya “JAUH LEBIH BAIK” dibandingkan dengan kebijakan “JOKOWI” (Joko Widodo) terhadap “Nasib Buruh”.

Tentu saja dalam hal ini pemikiran seorang Said Iqbal mendapatkan kritikan tajam di berbagai jaringan Media Sosial (medsos) alias Social Media (socmed), yang disebabkan karena asal njeplaknya seorang Said Iqbal yang TANPA disertai dengan dasar fakta-fakta yang sesuai. Sekedar informasi saja bahwa pada masa pemerintahan Gubernur “FOKE” (Fauzi Bowo), rata-rata kenaikan Upah Minimum Propinsi (UMP) untuk di propinsi DKI Jakarta MASIH di Bawah 10% (Sepuluh Persen), sedangkan pada masa pemerintahan Gubernur “JOKOWI” (Joko Widodo), maka kenaikan Upah Minimum Propinsi (UMP) untuk di propinsi DKI Jakarta TELAH Mencapai 44% (Empat Puluh Empat Persen). Dari data tersebut dengan sangat JELAS dapat dilihat bahwa pada era pemerintahan Gubernur “JOKOWI” (Joko Widodo-lah terjadinya kenaikan Upah Minimum Propinsi (UMP) yang TERTINGGI sepanjang sejarah propinsi DKI Jakarta. Jadi oleh sebab itulah maka patut Kita pertanyakan bersama bahwa dari manakah Dasar-nya “DALIL” Klaim yang dilontarkan oleh Said Iqbal itu, sehingga ia dengan gigih-berani-nya mengatakan bahwa seorang “FOKE” (Fauzi Bowo) “JAUH LEBIH BAIK” dibandingkan dengan seorang “JOKOWI” (Joko Widodo)…?

Selain asbun (asal bunyi), Said Iqbal pada kenyataannya juga lebih condong untuk memilih mempergunakan jalur Unjuk Rasa (Aksi Demo), jalur Mogok Kerja ataupun kadang-kala melakukan “Sweeping” dari satu Pabrik ke Pabrik yang lainnya dibandingkan dengan memilih melalui jalur Diplomasi alias jalur Musyawarah untuk mencapai Mufakat. Tuntutan yang disuarakan oleh Said Iqbal terkadang seringkali juga tidak masuk di akal sehat, yang mana permintaannya malahan dirasakan sangat memberatkan bagi Pengusaha, dan bahkan BUKAN-nya mencari Solusi yang “TEPAT”, namun malahan dapat membuat permasalahan semakin menjadi “RUNYAM”. Tentu saja langkah dan gebrakan dari seorang Said Iqbal yang “NAN SENSASIONAL” dan disertai dengan “MUATAN INTRIK POLITIK” ini memperoleh Kritikan TAJAM dari sesama Organisasi Buruh yang ada di Indonesia.

Bandingkan dengan beberapa Organisasi Buruh yang ada di Bumi Nusantara ini, seperti: “Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI)” yang ‘dipiloti’ oleh “Andi Gani” dan “Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI)” yang ‘dinahkodai’ oleh “Mudhofir”, yang mana mereka lebih memilih mendeklarasikan diri sebagai sebuah Organisasi Buruh yang tergabung di dalam “Gerakan Buruh Anti Kekerasan (Gebrak)” bersama-sama dengan 23 (Dua Puluh Tiga) buah Organisasi Buruh lainnya. Dalam pernyataannya “Gerakan Buruh Anti Kekerasan (Gebrak)” berikrar untuk “MENGUTUK KERAS” terhadap segala tindakan Kekerasan serta Intimidasi yang mewarnai gerakan Unjuk Rasa (Aksi Demo) para Buruh.

Berikut ini adalah Butir-Butir Rangkuman dari Pernyataan Sikap yang dicetuskan oleh “Gerakan Buruh Anti Kekerasan (Gebrak)” :
       —   Setiap Aksi Buruh apapun itu bentuknya: haruslah santun adanya;
       —   Bebas dari segala tunggangan kepentingan politik manapun;
       —   Bebas dari segala aksi kekerasan dan intimidasi;
       —   Berlangsung secara tertib dan terkoordinasikan dengan baik adanya;
       —   Dilarang untuk memaksa dan berusaha keras guna mempengaruhi buruh-buruh lainnya untuk melakukan Unjuk Rasa (Aksi Demo).

Dalam poin-poin Pernyataan Sikap dari “Gerakan Buruh Anti Kekerasan (Gebrak)” tersebut yang mana secara tidak langsung (tersirat) tentu saja ditujukan kepada Konfederesi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang ‘dimasinisi’ oleh “Said Iqbal”. Apalagi telah terbukti dengan NYATA bahwa Said Iqbal adalah memang mantan seorang Calon Legislatif (Caleg) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) dari Daerah Pemilihan (Dapil) propinsi Kepulauan Riau (Kepri) dengan Nomor Urut 2 (Dua) yang sudah GAGAL TOTAL melenggang ke Kursi Senayan yang “Nyaman Nan Empuk” tersebut. Jadi sangat wajar bukan bahwa di mana kini Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang berkoalisi erat dengan Partai Gerindra, maka seorang Said Iqbal pun mau tidak mau HARUS membawa serta seluruh gerbong Konfederesi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI)-nya guna seirama dan bersama-sama mengikuti gerbong Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang selama ini senantiasa selalu bergandengan tangan dengan eratnya bersama Partai Gerindra.

Jadi berdasarkan atas pemaparan di atas yang telah PENULIS sampaikan dengan GAMBLANG adanya, maka pertanyaannya adalah :   ❝ Masihkah dapat “DIPERCAYA” bahwa seorang Said Iqbal ini TIDAK mungkin mempergunakan “BURUH” sebagai “OBJEK” dari Kendaraan Perpolitikan-nya……?? ❞

 

 

KEMBALI PADA INTI/POKOK PERMASALAHAN YANG DIPERSOALKAN OLEH SAID IQBAL

Adanya Pembodohan Publik Ala Presiden KSPI, “SAID IQBAL”

 

Sesaat setelah Membaca pernyataan yang diutarakan/dikemukakan oleh Presiden Konfederesi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, pada Media On-Line “Kompas.com”, PENULIS kemudian segera menghubungi salah seorang kawan dari PENULIS (sebut saja namanya “Uday Nara”) yang kebetulan pernah bekerja dan menetap selama beberapa tahun lamanya di negaranya “Siti Nurhaliza”, seorang penyanyi kondang asal “Negeri Jiran”.

Singkat cerita, “Uday”, begitulah ia biasa disapa, pernah bekerja dan menetap di Malaysia sejak awal tahun 2010 hingga pertengahan tahun 2014, dan sampai sekarang masih mengikuti semua perkembangan di negara tersebut, meskipun sejak pertengahan tahun 2014 ia sudah jarang bepergian ke negaranya si “Upin & Ipin” tersebut. Jadi kalau ada pemberitaan yang berkaitan dengan negara Malaysia, maka memori otaknya secara otomatis akan segera merespon: "Bener nggak sich pemberitaannya ini ya……??".

Pernyataan dari Said Iqbal di Media On-Line “Kompas.com” sungguh sangat menyesatkan, Said Iqbal dengan culasnya berusaha memutar-balikkan fakta yang ada guna menciptakan/membentuk opini yang mana sifatnya dapat menggiring pada pemodohan publik. Seharusnya ia lebih cocok menjadi Presiden Konfederesi Provokator Buruh Indonesia (KPBI) ketimbang menjadi Presiden Konfederesi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Said Iqbal sudah mencampuradukkan Upah Minimum dan Upah Rata-Rata. Dan yang lebih fatalnya lagi bahwa ia malahan memasukkan negara Singapura sebagai salah satu negara pembandingnya, dengan tujuan di mana diharapkannya dapat menjadi tolak-ukur dan barometer dalam pernyataannya tersebut. Padahal semua orang tahu bahwa negara Singapura itu sama sekali tidak memiliki Sistem Upah Minimum.

Said Iqbal lantas memberikan pernyataan bahwa rata-rata Upah Minimum buruh di Tiga negara: Thailand, Malaysia dan Filipina adalah sebesar USD. 390 atau setara Rp. 5.331.300,-

Yang sekiranya perlu dan harus dipahami dengan bijak adalah bahwa Indonesia ini terdiri dari banyak sekali kota dan kabupaten, sehingga Upah Minimum pada setiap kota/kabupaten pun berbeda-beda adanya. Tak perlu jauh-jauh membandingkanya dengan negara-negara lainnya, coba Kita bandingkan saja Upah Minimum buruh di propinsi DKI Jakarta dengan di propinsi Nusa Tenggara Timur maupun di daerah-daerah lainnya, akan nampak mencolok bahwa perbedaannya sungguh benar-benar sangat jauh sekali. Jadi kalau rata-rata Upah Minimum buruh di negara Kita ini kecil, ya memang sudah amat sangat wajarlah adanya, dan juga tentu saja bahwa Kita sama sekali tidak boleh menyama-ratakan Upah Minimum buruh di propinsi DKI Jakarta dengan di propinsi Nusa Tenggara Timur. Kalau ada yang menutut akan perihal ini, maka PENULIS pun kemudian akan berpikir bahwa orang tersebut sekiranya harus dicek untuk Kesehatan Jiwa dan Pikiran-nya di Psikiater.

Sebagai gambaran bahwa Upah Minimum buruh di propinsi DKI Jakarta adalah Rp. 2.700.000,- namun di propinsi Nusa Tenggara Barat hanyalah Rp. 1.330.000,- di propinsi Lampung Rp. 1.581.000,- di propinsi Sulawesi Tengah Rp. 1.500.000,- di propinsi Maluku Utara Rp. 1.577.000,- dan masih banyak lagi daerah-daerah lainnya yang Upah Minimum buruhnya sama sekali TIDAK SAMA dan bahkan lebih kecil dengan yang ada di propinsi DKI Jakarta. Ada 33 Upah Minimum Propinsi (UMP) yang berbeda-beda nilainya berdasarkan atas kebijakkan perhitungan perhitungan inflasi dan pertumbuhan ekonomi pada masing-masing propinsi di Indonesia tersebut. Bandingkan saja dengan yang ada di negara Malaysia, di mana hanya mempergunakan Dua perhitungan untuk Upah Minimum region/wilayahnya yakni untuk region Peninsular adalah RM. 900,- dan untuk region East Malaysia adalah RM. 800,-

Apalagi mau membandingkan rata-rata Upah Minimum buruh di negara Indonesia dengan Upah Minimum buruh di negara Singapura, di mana luasnya tak lebih besar dari pulau Flores di propinsi Nusa Tenggara Timur, dan sangatlah mustahil untuk dipaksakan memiliki Upah Minimum baik secara nasional maupun per region/wilayah-nya masing-masing. PENULIS berpikir bahwa sesekali Said Iqbal ini harus melakukan Studi Banding ke negara Singapura, supaya penglihatannya dapat dicelikkan dan juga guna membuka wawasannya mengenai apa yang menjadi sumber mata-pencaharian penduduk di sana. Apa ada buruh Pabrik Tekstil di negara Singapura ya…? Pabrik yang memproduksi kebutuhan sehari-hari seperti Odol, Sabun, Makanan, dan lain sebagainya ya…? Sebab di negara Singapura itu, yang demikian kecil pulaunya adalah sama sekali tidaklah memungkinkan untuk didirikannya Pabrik/Industri apapun juga. Adanya di negara Singapura itu adalah Pusat-Pusat Perkantoran sebagai Lalu-Lintas Perdagangan Barang di wilayah Asia Tenggara, dan juga Pusat-Pusat Perbelanjaan Barang dan Pelayanan Jasa/Servis. Jadi, apakah dapat dikatakan “WARAS” kalau Kita kemudian membandingkan rata-rata Upah Minimum para pekerja di negara Singapura yang kotanya sangat jauh lebih maju dibandingan dengan Ibukota Jakarta, dan juga kota-kota/kabupaten-kabupaten lainnya yang ada di propinsi-propinsi di negara Indonesia ini, yang mana memiliki 33 Upah Minimum Propinsi (UMP) yang berbeda-beda nilainya berdasarkan atas kebijakkan perhitungan perhitungan inflasi dan pertumbuhan ekonomi pada masing-masing propinsi di Indonesia tersebut.

Lagipula biaya hidup di negara Singapura adalah amat sangat tinggi sekali. Kalau di sini Kita bisa makan Nasi Goreng dengan Uang sejumlah Rp. 10.000,- s/d Rp. 15.000,- maka di negara Singapura untuk harga sepiring Nasi Goreng di kelas standart Rumah Makan biasa adalah SGD. 5 s/d SGD. 10, bayangkan dengan Rate/Kurs Rp. 9.700,- per Singapore Dollar (SGD)-nya saja, maka Kita mau nggak mau harus merogoh kocek senilai Rp. 48.500,- s/d Rp. 97.000,- WOW, sungguh sebuah harga yang cukup MAHAL tentunya bagi seorang buruh pabrikkan di negara Indonesia hanya untuk melahap sepiring Nasi Goreng doang lho…

Demikian halnya pula dengan data dari seorang Said Iqbal tentang Upah Minimum di negara Malaysia, tepatnya di Ibukota Kuala Lumpur, yang katanya adalah sebesar Rp. 3.4 Juta, entah dia dapat dari mana asalnya data yang sama sekali tak akurat ini deh. Padahal beberapa saat yang lalu, Perdana Menteri Malaysia, Dato' Sri Mohd Najib Tun Abdul Razak atau biasa disebut dengan Najib Razak, baru saja mengumumkan perencanaan kenaikkan Upah Minimum buruh di negara Malaysia dalam presentasi dan pemaparannya mengenai “Budget 2016” (semacam RAPBN di Indonesia), untuk region Peninsular menjadi RM. 1.000,- dari yang semula adalah RM. 900,- dan untuk region East Malaysia menjadi RM. 920,- dari yang semula adalah RM. 800,- sedangkan untuk Rate/Kurs Malaysian Ringgit (RM) ke Indonesian Rupiah (IDR) adalah Rp. 3.200,- per Malaysian Ringgit (RM)-nya, sehingga jikalau dengan Upah Minimum buruh di region Peninsular yang menjadi RM. 1.000,- tentu saja kalau di-Rupiah-kan adalah berkisar sekitar Rp. 3.200.000,- sementara Upah Minimum buruh di Malaysia itu baru akan aktif mulai tanggal 01 Juli 2016, padahal Upah Minimum Propinsi (UMP) untuk di propinsi DKI Jakarta juga sudah mengalami kenaikkan menjadi Rp. 3.100.000,- per tahun 2016 ini.

Jadi apabila seorang Said Iqbal mempertanyakan pihak yang mengatakan bahwa Upah Minimum buruh di negara Indonesia sudah tergolong tinggi, maka justru malahan PENULIS-lah yang akan mempertanyakan kembali: "Apakah seorang Said Iqbal itu otaknya dalam keadaan “WARAS” apa tidak ya…?

Pada kesempatan yang baik ini, PENULIS juga hendak mempertanyakan isu yang kini marak beredar bahwa Konfederesi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) memungut 1% (Satu Persen) dari gaji masing-masing anggotanya (yang terdiri dari para buruh), Apakah benar demikian adanya ya…?

Jika benar memang demikian adanya, maka betapa sejahteranya jikalau menjadi seorang Presiden Konfederesi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), sebab dari Upah Minimum Propinsi (UMP) DKI Jakarta saja yang adalah sebesar Rp. 3.100.000,- dikalikan 1% (Satu Persen) yang adalah merupakan pungutan menjadi anggota Konfederesi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), maka akan didapatkan nilai adalah sebesar Rp. 31.000,- untuk per orangnya. Sehingga dengan total keanggotaan Konfederesi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang kini jumlahnya adalah sekitar 250 Ribu orang buruh untuk propinsi DKI Jakarta saja, maka per bulannya Konfederesi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bisa menerima Dana Pungutan untuk “PAJAK PREMAN” yang jumlahnya adalah sebesar Rp. 7.750.000.000,- atau 7,75 Miliar Rupiah per bulannya. Nah, berdasarkan atas data keanggotaan dari Konfederesi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) per akhir tahun 2014 saja, jumlah anggotanya di seluruh Indonesia sudah mencapai mencapai hampir sekitar 1.8 Juta orang buruh, dapat dibayangkan tuh berapa ya kira-kira Dana Pungutan untuk “PAJAK PREMAN” yang bisa diterima oleh para Pengurus-nya ya…?

Dan jika benar memang demikian adanya, maka PENULIS dapat sangat memaklumi di mana Said Iqbal selalu berusaha sebegitu rupa guna memprovokasi dan membodoh-bodohi para buruh secara khususnya dan juga masyarakat umum lainnya, dengan dasar pemikiran yang sangat “SIMPLE” (sederhana) bahwa dengan adanya setiap kenaikan Upah Minimum buruh di Indonesia yang berarti pula adanya kenaikan “GAJI” dari seorang Said Iqbal beserta kawan-kawannya di jajaran para Pengurus Konfederesi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).

PENULIS juga sangat berharap bahwa “ISU” yang beredar tentang adanya pungutan atas keanggotaan Konfederesi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) ini, semoga TIDAKLAH BENAR adanya, dan mungkin saja kiranya seorang Said Iqbal sudilah mengklarifikasikannya. Namun sebaliknya apabila memang TERNYATA BENAR demikian adanya, PENULIS berkeinginan untuk sekiranya mengajak Said Iqbal guna hanya sekedar minum Kopi, dan INSHA'ALLAH PENULIS mampu kalau cuma hanya sekedar Traktir untuk minum secangkir Kopi yang termahal di Indonesia, bahkan untuk menyeruput secangkir “ES KOPI VIETNAM” sekalipun……

 

 

2 comments:

  1. Ulasannya mantab... tp mbok ya jangan fanatik buta dan kebencian buta trhadap JKW dan PRB,..!? Sampai2 masalah "perang" yg sdh brlalu masih disinggung2 dengan huruf kapital pula...!!!?
    Fokus aja langsung ke Tersangkanya jangan kait2kan dg arah politik dukungannya kpd siapa,.
    Cm tuhan yg tahu pasti bahwa klo si ini si itu yg jd Presiden bs bakalan jd bgini bgitu indonesia ini...!
    Pemerintahan saat ini sdh banyak yg oke...!!! Tp yg ga oke jg ga kalah banyak...! Trutama wong cilik... Silahkan sampean mlipir dr jakarta-pekanbaru naek motor untuk say hello dan nongkrong2 ngobrol sama masyarakat, Sopir truck, pedagang dll d sepanjang linta timur sumatera. Msh banyak keluh kesahnya krn kbijakan yg ada blom bs menyentuh mereka sepenuhnya dr segi perbaikan ekonomi. tp ya mrk sadar jg krn ini pemerintahan msh "baru" bnr2 bs jalannya... jd msh nunggu utang2 janjinya soal mensejahterakan rakyat dg nawacitanya sampai 3 tahun kedepan...!
    Utama dan utama bangunkan infrastruktur yg baik dan aman untuk daerah2 diluar jawa...

    ReplyDelete
  2. makanya kalo ngomong membahas sesuatu berhadapan mbok, yang disinggung apa, cara nyinggung bagaimana, yang tersinggung siapa, nih contohnya kalo lu tersinggung!. kalo lu nanya gak karuan yang jawab gak karuan sadari aja kesalahan dari lu.

    ReplyDelete

Jawa Pos National Network (JPNN)

 

Social Media News Feed of Mr. President “JOKOWI” or His Excellency Joko Widodo :